Serumpun Cubaan



Maka waktu waktu berlara itu Tuhan ada
Untuk jiwa-jiwa terlena dalam tontonan dunia
Mengikut sabda tetapi gelap tuju hala
Sudahnya terluka berair mata.

Waktu itu terpapar cela di mirat luka
Bersungguh-sungguh sujud mencari redha Yang Esa 
Seluruh jiwa butuh ketenangan daim 
Kerana mulia manusia itu penuh mala dusta.

Terlalu nian menyalak akan cinta manusia
Yang pinjamnya juga dari izin Pembesar Kuasa
Kian masa rasa kasih diambil pulang
Iman goyah perpisahan menjabat payah.

Perlunya meratap itu cuma sebaris bicara
Habiskan tangis jangan olak kembali duka
Ketentuan itu lahir diusul Maha Kuasa
Ratibkan segunung syukur terlepas onar dunia. 

Diksi-diksi sesal ini bukan terlahir suka
Manis pahit pengalaman terisi terlipat bersama
Gagahkan saja tongkah mainan masa

Duniawi itu serumpun cubaan berguna.

- Radin Aizuddin

Angin tak tiup, Pokok tak goyang.



Petang belum sampai hujan belum datang
Pokok goyang goyang macam angin sedang kencang
Mungkin dibelakang ada yang lagi bimbang
Rahsia gegar gegar tunggu pecah tembelang.

Momen-momen indah itu cuma sekelip
Baru tarik selimut siang sudah sampai
Apa salahnya bicara yang benar-benar
Bukan duduk diam gembira sorang-sorang

Hidup itu sesingkat malam tunggu siang
Gembira cuma bertahan bila ada sayang
Kalau takut bimbang hidup sorang sorang
Bukan cara kita tikam belakang orang

Kita itu jujur macam bunuh orang
susahnya buat sampai mati akal
Hingga waktu riang dibunuh dengan culas
Hilang rasa kasih dibunuh mati sayang

Kita sama sama punya akal fikir
Mana ada satu kalau tiada dua
Mana ada melayan kalau tiada melawan
Angin tidak tiup pokok tidak goyang.

- Radin Aizuddin

Hari Ini Aku Bangun Pagi


Hari ini aku bangun pagi--
Damai yang tersembunyi dek lelah lewat hari
Mimpi yang ngeri menongkah satu kali--
Bumi penuh korupsi

Hari ini aku bangun pagi--
Menjunjung sebuah cita dan mimpi
Simpan poket kiri angan punya lamborgini--
Lunas waktu mengaji hutang kanan dan kiri

Hari ini aku bangun pagi--
Melihat raut renda ibu dan suami
Tangannya juga sudah banyak luka peri--
Hari berganti barang naik lagi

Hari ini aku bangun pagi--
Melihat indah bumi tanah tumpah budi pekerti
Rakyatnya juga kerja cari gali--
Pemimpinnya juga duduk minum todi

Hari ini aku bangun pagi--
Duduk disisi paling tepi
Menyelak-nyelak mencari demokrasi--
Terlupa demokrasi digonggong rakus para menteri

Hari ini aku bangun pagi--
Fikir jauh Malaysia perlu dicuci
Batinnya juga lama sudah tersiksa--
Zahirnya indah tapi penuh bau tahi.

Diksi Luka Menari

hujan ini seperti mengerti
rimbunan duka dihati bergugur jatuh
langit mendung meraih simpati
aku berdiri meratap keluh.

khabar semalam
ketika riang menggulung ketawa
kau datang bersama senyum paksa
menghulur nota menitip noda
kerana rasa aku tercela.

apa aku ini?
cuma tapak semaian nafsu
kau lontar serakah janji
aku juga kau khianati, dilukai.

tinta ini mencari henti
antara ruang ruang diksi
ada lopak lopak luka
tak bisa terubati meski waktu berlalu pergi.

kau butuh aku waktu sepi
saban dinihari aku termangu
perlu apa rasa ini
masih juga aku simpan rapi
sedang lama sudah ternodai
kita itu cuma mimpi

aku tiada lagi
untuk membenar palat luka itu menari
untuk terbiasa pada rintihan lewat pagi
mencanang cinta pada hati mati
cukuplah, perlunya aku pergi.


Senyuman Duka



Tertulis begini jalan cerita
Ada kala takdirnya sukar untuk terima
ada waktu terimanya berteman luahan isi mata
sampai nanti hanya doa perlu bersua sapa

mencapai cita-cita untuk masa bahagia
pengorbanan pasti rintihan seiring
berpisah jarak merobek waktu suka
sendiri sepi meniti waktu gering.

pergi sayang kejarkan apa cita mu
tinggalkan sendiri aku tanpa peneman rindu
melangkah aku hanya bila perlu
waktu sukma dihimpit sendu
cari saja aku merawat luka dibalik pintu.

lihat aku tersenyum waktu melambai pergi
dengar tawa aku tika melangkah kaki
nanti mungkin tak bisa kau nikmati lagi
kerna aku itu mati tanpa kamu disisi

tenang sayang usar fikirkan rintih aku ini
burukan apa didepan mu jangan toleh lagi
peluang itu kau lepas jangan sesekali
tahulah aku berdiri tanpa perlu kau berdiri tepi.

kisah kita tidak lagi berhenti
cuma bezanya ada rasa yang bakal terlukai
cuma jagakan hati bila kamu tak lagi disini
ingat aku sentiasa menunggu saban hari

kerna cinta aku itu sampai mati.

Gadis Berwajah Ayu


Untuk gadis berwajah ayu,
Aku disini sedang bermain lesu
Dihambat rasa-rasa ingin bersatu,
Cuma tersandar di ranjang pilu.


Untuk gadis berwajah ayu,
Masih aku menahan bungkam mata,
menanti pada yang nama jemu,
untuk mampir menongkah lelap malam.

Untuk gadis berwajah ayu,
Malam ini disinar lemah kalimantang,
Dibias sejuk kipas memaku atap,
Apa ada nama aku dalam lena mimpi dan jagamu.

Untuk gadis berwajah ayu,
Selalu aku butuh kan tawa riangmu,
Sering aku hilang dalam bayanganmu,
Sesat aku dalam puisi bahasamu.

Untuk gadis berwajah ayu,
Pesona mu sering mematah hentikan langkahku,
Apa aku masih dalam dilema rindu,
Hilang tawaku dalam gundah gusar.

Untuk gadis berwajah ayu,
lilin yang membakar semarak rasa bertemu buntu,
Jelaganya cuma menghitam gelap bicara cinta,
Jika perlu aku undur dan berlalu,
Telah lama mati aku dalam bahasa jiwa.

Dua Puluh Sen Ikat Tepi



Masih di pesantren ampuh,
Belikat temulang perlahan melenguh,
Adanya bukan kerna ilmu disuluh,
Hadirnya kerna beban tanpa anduh.

Cuma penjihad kecil dibumi luas,
Bangkit terbit fajar gegah merungkai batas,
Butuh kan ilmu dari luhur ikhlas,
Meski ditambat hutang melibas.

Semalam mendayung menjejak bintang,
Sekali dicoba tidak melepas jurang,
Butuh 20 se mencari sorak riang,
Dibumi merdeka hilang melayang.

bapa ibu berteman gusar dendam,
Sesal mampir dipenjuru siang malam.
Tangan membuang mengangkat pendosa alam,
Kini raikan janji dikota diidam.

apa makanan mu kini biasa-biasa,
belahan daging merah kini sekali-sekala,
dibumi bertuah beban terasa,
Korupsi celaka rakyat binasa.

Ya, padan muka!

Lelaki

petah bermain bicara,
ada jiwa yang percaya dan berharap,
mudah semai indah indah janji,
mudah punah patah kata sendiri,
lelaki.

diri berinti emosi,
emosi berinti egois,
egois berinti amarah,
amarah bersudah sesal,
lelaki.

katanya sayang tapi alpa,
bila hati bercumbu rindu,
baru dikenang pada yang menanti,
sebuah sosok yang setia disisi,
lelaki.

lelaki,
berkelahi dengan cemburu sendiri,
miliknya tiada yang bisa mampir mencoba,
bisa terkeluar bodoh sendiri kerana cinta,
tapi peduli apa, sekali mencinta,
digagah hingga hujung nyawa.

lelaki!

Radin Aizuddin

Di Pagi Jumaat, Aku Tulis Rindu


Dipagi jumaat,
Aku tulis rindu.

Senyum langit pagi jumaat telus,
Senyum langit hati ini lancung.

Kacau burung pagi jumaat ria-ramai,
Kicau jiwa sejak lewat lalu bungkam.

Pada hijau pokok dan tawa bersama mentari,
Hati ini dirulung nyenyat mati

Tika pasir pasir beratib pada Tuhan,
Jiwa ini bertahmid rindu padamu.

Pagi waktu bulan hilang binar indahnya,
kau masih rancak tari menari di jendela rindu.

Sehingga segak khatib melagu khutbah,
Sesampai itu aku susun nestapa untukmu.

Dipagi jumaat,
Aku tulis rindu.

Sisa


Corak-corak pelangi indah,
Sering teman sisi duka,
saat hati menyembah luka,
tika emosi dirantai lara.

yang berbaki dalam hati ; sisa,
yang terluah dalam bicara ; sisa,
yang terukir pada senyum ; sisa,
yang diludah dari celahan mata ; sisa.

hilang-hilang sudah rasa,
pergi-pergi telah jiwa,
yang tinggal kosong putih lembaran cinta,
tunggu nanti dicoret ceritera baru-rasa.

Tika ini,
kau purnama aku hamparan belantara,
tika ini,
kau air aku seisi unggun panas,
cuba mengikat tali satu, berakhir mustahil.

Radin Aizuddin, Ramadhan 21

Kau Dibelakangku



dunia dan maju majunya,
manusia dan dusta dusta mereka.

didepan dan lagak kau mulia,
tak henti ratib dan kata manismu,
terpedaya sakan tertib tipu daya,
percaya dinoda hilang yakinnya,
senyum terus terukir; sinis.

mulut dan bertatah bicara indah,
bagai dadah kau suapkan dan khayal,
hati percaya kau tiada tipu celanya,
terhenti lamunan; kau manusia.

setianya kau sarungkan cermin,
memapar jelas kau pelacur cinta,
dibelakangku beratur simpananmu,
didepanku aku yang satu,
itu bicaramu; palsu.

senyum ukir itu bukan untukku,
gelak tawa itu bukan milikku,
tingkah jari menari meluah kasih,
bukan untukku, tapi simpananmu,
kau dibelakangku; jelik.

Radin Aizuddin, Ramadhan 2013

Meniti Hari

Meniti Hari

Langkah aku terus tanpa tuju,
Langkah aku terus berhujung buntu,
Langkah aku terus mencoret luka,
Langkah aku terus bersulam duka.

Sosok aku ini berisi jiwa,
Meminjam nyawa pencipta masa,
Kadang benar itu salah,
Kadang tawa itu gundah.

Hari hari aku berona warna,
Kadang gelap kadang terang,
Warna warni tiada selalu,
Saban masa diiring sendu.

Hati tetap berpaksi satu,
Tetap sujud pada Yang Kuasa,
Kerna yakin kuasa Yang Esa,
Tetap aku meniti hari,
Kerna esok pasti bahagia.

Sudut Malam


Bersandar di sudut malam
Dingin malam tajam menggigit diri
Rancak bibir bersenggama bersama sigaret
Inzalnya meludah kepul kepul dosa

Secangkir kopi setia berteman
Panasnya ku kira 'selimut' mesra
Sedang sibuk menyulam impian
Rindu dendam merangkak datang

Harapan seindah kayangan
Singgah sana tersergam berhias intan
Cukup aku dan kau
Rancak bersekedudukan dipentas dosa
Menari riang
Bercanda girang

Disudut malam
Impian mengundang penasaran
Sudah diri diseru angan-angan
Masanya bergocoh dek realiti
Lempar juah ilusi mati

-----
Kerna esok khayalan yang pasti.

- Radin Aizuddin, 1.40 Pagi


Bertatih Kembali

lewat petang
gigih mencari seraut senyuman
......

magis
terukir senyum suram
dari bibir sang mentari
melambai lesu berlalu pergi

sama senyumku yang suram
rawan hati tercungap lelah
fikirkan sosok;
pembunuh gemerlapan rasa
pastinya dibuai bahagia

hempedu dilempar
bersemadi sebuah senyuman

.....

jasad sudah tidak diharga insan
jangan pula dilupa Tuhan
bertatih kembali.

- Radin Aizuddin , Jun 2013

Hari Bapa Ku Tulis Bicara [ Selamat Hari Bapa]


Berbaring dalam dakapan malam
Melihat detik detik masa berlalu
Seluruh jiwa menjadi sendu
Mengenang seraut wajah dan kasihnya.

Kadang mata kasar tidak melihat
Kerna sifat dan pekertinya yang tegar menyimpan jernih air mata
Tetapi disebalik kedut yang menghampar wajah
Lelah pengorbanannya tidak ternilai.

Se-Orang Ayah,
Se-Orang khalifah
Memikul amanah Tuhan gigih

Kata-kata ini dilacur mesra
Saat fajar 16 Jun 2013 menuju langit Tuhan
Untuk aku titip pada seorang Ayah
Yang banyak melalui jerih pahit kehidupan
Hanya demi menyuap aku dengan kebahagiaan.

Ayah,
Semoga jasa dan pengorbanan mu dibalas Tuhan
Lelah mu untuk aku,
Akan ku bawa pulang sebuah kejayaan
Demi senyum girang di wajah mu.


Sabtu, Tengah Hari dan Sepi

Tengah hari aku berteman sepi
sahabat-sahabat masih mengulit mimpi
seorang dikamar
seorang di ruang tamu
tidur dan tidur
aku
bertemankan lembaran putih
lagu dan sepi
cukup damai untuk aku baitkan puisi ini
cukup rona sebak rasa untuk aku melayan jiwa ini
sendirian
kekosongan
kelohongan
kebodohan
kehilangan

mana awak?
awak yang selalu teman saya
awak yang sering dulu kucup pagi saya
awak yang selalu belai mesra saya
awak yang selalu dendang merdu dicuping telinga
awak yang selalu mencintai saya
awak sudah pergi dari hidup saya?

saya takut
takut untuk menggangu awak
awak yang dalam kebahagian
awak yang dalam kegembiraan
awak yang diteman sosok sosok lain
awak yang melupa masih ada jasad menanti
menanti dengan penuh rindu
menanti dengan air mata
menanti dengan duka lara
menanti dengan cinta
cinta yang awak dan saya cipta
cinta yang kian rapuh?
cinta yang kian pudar?
cinta yang kian hilang?
Cinta yang mengorak langkah kecil
berlalu pergi.

Lembaran putih ini menjadi saksi
satu persatu air mata menitis
Jatuh menyembah bumi
Jatuh ditarik arus graviti
Jatuh kerana rasa yang sudah mati
Jatuh kerana restu yang telah pergi
Jatuh kerana hati seperti ruang kosong
tiada berpenghuni
tiada bertuan.

awak
awak yang tengah mengukir senyum bahagia
awak yang sedang asyik menguntum senyum
awak yang lena diulit indah
awak yang masih berada diruang paling atas di hati saya
jika dengar rintih hati ini
sedarlah
kunci hati ini selamanya tertulis atas nama awak.

Radin Aizuddin, 15 Jun 2013
1.28 PM

Ingat

Indah
Waktu rasa kita bersatu
Bagai seluruh alam menempik gembira
Seluruh hati berlonjakan bahgia
Suatu masa dahulu..

Ingat
Waktu ingin melepaskan;
Saat susah menjadi dakapan

Ingat
Tika berhenti menguntum rindu
Benci rancak memenuh kubikel ruang rasa;
Saat bahgia tercipta mengukir senyum rawak

Ingat
Bila senyumnya mula mengundang rasa celaka
Hadirnya sering bikin gundah gulana;
Saat suaranya kau butuh setiap masa

Saat hati berantakan
Diburu rasa kelemasan
Sembah sujud pada Tuhan.

- Radin Aizuddin, Jun 2013

Nyawa Hujung Masa


Jejak jejak hidup merangkul masa,
Dititi demi detik beribu rasa,
Berpenghujung mati bersua jua,
tidak esok, barangkali lusa.

Terus gagah menggapai angan,
Lelah usaha berimbun cagaran,
Yang dicari sebuah kejayaan,
Ukiran senyum menjadi imbuhan.

Musim asmara menggamit jiwa,
Berlayar megah suatu ketika,
Hanya kenangan menutur kata,
Kini masa dihujung tiba.

Simpan kemas ketat dalam ingatan,
Setiap saat menjadi rinduan,
Kalam suci sebuah teman,
Hembus perlahan lahan,
Selamat jalan.

- Radin Aizuddin , Mei 2013

Mimpi



Embun pagi menyapa pipi,
Saat kaki memijak bumi,
Ritma alam bertukar berahi,
Mencari arti sebuah mimpi.

Sekeping hati bersulam mimpi,
Yang digagah sehampar harapan,
Bertali usaha bergugus doa,
Dititip ikhlas sebuah janji.

Seraut wajah menjadi bukti,
Memapar jelas sejuta lelah,
Siang ke malam berperang emosi,
Mencari jawapan disebalik mimpi.

Tawakal terakir pelaburan suci,
Ombak resah membadai hati,
Mengenang nasib menggapai mimpi,
Semoga Kejayaan ganjaran abadi.

- Radin Aizuddin, Mei 2013

Comel



Manis manis ayu,
Redup hati saat menghampar senyum,
Melembar indah manis seraut nikmat,
melihat agung sebuah ciptaan.

Berhias indah di tanah pipi,
Terukir lesung bernama pipit,
Membawa terbang sejuta hati,
Waktu senyum menggigit emosi.

Lembut lembut teletah diri,
Senang dimata jauh dibenci hati,
Jalang bukan gelaran diri,
Comel pilihan hati hati orang berbudi.

- Radin Aizuddin , Mei 2013

Selamat Hari Ibu




Bait kata kata ini tidak sindah dodoi mesramu,
Rangkap rangkap ini tidak semanis belai manjamu,
Tapi izin aku mencoret sesuatu untukmu,
Sebagai hadiah di hari ibu.

Kecil hingga besarku tak lekang kamu disisiku,
Tidak pernah tersisih dari celah isi hatimu,
Tidak terpisah jarak dan waktu,
Seperti aku ketika didalam kandungan mu,
suatu masa dahulu.

Tidak terbalas jasa dan budimu,
Luas kasihmu menghampar seluas alam,
Kasih dan sayangmu tulus tak putus,
Susah atau senang,
Tetap senyuman terukir di bibir mu.

Syurgaku tetap bersama mu,
Apa mahu mu akan tetap ku turut,
Dengan nyawaku ke sedia korban untukmu,
Kamu duniaku membawa ke "Taman Ilahi".

Terima kasih untuk kasih dan budi,
Terima kasih untuk suka dan duka,
Terima kasih untuk susah dan senang,
Terima kasih untuk perit pedih melahirkan ku.

Hashnah Binti Suhot :)

- Radin Aizuddin

Darah Kita Merah




Kisahnya masih seperti dulu,
Aku, kau dan dia,
Berpijak di bumi yang satu,
Berbumbungkan langit yang sama.

Warna kita berbeza,
Darah kita kekal sama,
Merah,
Membara,
Seperti hati hati kita yang utuh,
Bersatu tidak kira waktu.

Aku melayu,
Kau cina,
Dia india,
Bukan itu kayu ukur kita,
Kita bersaudara,
Kita rakyat bumi bertuah.

Buang rasa benci,
Bina rasa sayang,
Jauh caci maki.
Kesepaduan kita pegang.


Radin Aizuddin, Mei 2013

Kini Sorang Sorang


terlalu penat untuk pertahankan,
lebih baik  melepaskan,
perlahan lahan sayang semakin hilang,
senyap senyap cinta melayang terbang.

semua senda tawa simpan dalam dalam,
semua sakit duka ikat ketat ketat,
lepas ni kau dan aku sorang sorang,
tiada kita tiada lagi bahagia.

elok tidak lagi menyakiti,
baik tidak lagi disakiti,
hanya tinggal diri sendiri,
indah itu dikemudian hari.

Radin Aizuddin , Mei 2013

Jahat



Tenang,
Tak perlu bimbang,
Yang benar tetap menang,
Yang salah bakal goyang.

Senang,
Penipu tak akan tenang,
Pengkhianat bakal tayang,
Semuanya dalam bayang bayang.

Hujan


Jendela lusuh ku singkap perlahan,
Berarak berat awan hitam,
Bertempiaran pipit tuju ke sarang,
Tempayan atur tadahan hujan.

Sesekali suara garau menerpa,
Berselang pula cahaya terang,
Laju angin membelai alam.
Hujan datang senyap dan perlahan,
Rahmat Tuhan.

Disebalik jendela melihat hujan,
Tanah tandus berlopak syukur,
Bumi haus bergenang rahmat,
Nikmat suci santapan bahagia.

Sungai derita berpenghujung mati,
Terus mengalir menyubur hati,
Hujan rebah menerpa dingin,
Derita menempel berganti bahagia.

Berharap rahmat berhenti jangan,
Dahaga nikmat sekian purnama,
Tempayan suka menuju puncak,
Bekalan bahagia hari mendatang.

Terima kasih hujan.

Radin Aizuddin, Mei 2013

Demokrasi Sudah Mati



Selamat jalan,
Pergi lah menghadap dengan aman,
Semadilah perlahan dengan tenang,
Lambaian terakhir berkibar sayu,
Bumi ini terkubur nilai bersatu,
Tipu itu menjadi lagu,
Mengkhayal dan membinasa satu persatu,
Jangan berharap keadilan bergema menyatu,
Kerna suara marhaen itu seperti batu,
Kuasa beralas dusta itu merobek demokrasi, 
Undi mengundi hanya layar menipu,
hakikat kini demokrasi sudah mati,
Dek tangan tangan berhati 'mata satu'.
Selamat tinggal demokrasi.

Radin Aizuddin, Mei 2013

Doa


Sebuah doa,
Di utus kepada Maha Esa,
Dihias bersama tawaduk dan ikhlas,
Moga diterima bersama makbul.

Tiada apa apa,
Sehelai sepinggang,
Dibiar lama terbogel sendirian,
Dan Doa senjata utama,
Susah senang bersama Doa.

Disebalik seribu susah menempel diri,
Senyum itu masih bersama,
Meski diri susah gelisah,
Doa mendekat pada pencipta,
terus tenang.

Jangan ragu dengan doa,
Sebaik baik senjata,
Luahan diruntum kepada Tuhan,
Tulus doa jangan ragu,
Ada yang mendengar.

Santun kan tutur kata,
Indahkan bait bahasa,
Rendahkan nada syahdu,
Perlahan lahan rayu,
Jangan gopoh,
Itu penciptamu,
Ya, doa itu.

Gelap

Kiri kanan atas bawah, Semua gelap, Pekat tiada cahaya, Perlahan lahan sesat dari jalan, Jalan kebenaran kini penuh noda dusta. Mana jalan terang yg dulu, Kini sudah diselimut dgn kebatilan, Hilang sudah rasa bahagia, Yang tinggal duka sengsara. Jika jalan ini akan disusur sampai akhir waktu, Tiada bahagia untuk di dunia kekal abadi, Tolong tarik aku dari lembah dosa ini. Radin Aizuddin, Mei 2013

Rasa Mati


aku masih mencari,
mencari rasa rindu yang sering merunsing malam,
malam yang sepi tanpa suara,
suara yang sering meruntuh dinding hati,
hati yang  aku serah pada kau.

mungkin sudah hilang,
hilang segala rasa yang indah,
indah kerna ada kau aku dan kita,
kita yang tidak bisa terpisah,
terpisah oleh kerana ego sendiri,
sendiri aku sendiri berteman sepi,
sepi tanpa kasih.

sudah pergi,
pergi tak akan kembali,
setelah kau tabur luka,
luka terhiris dalam relung hati,
hati yang dulu cinta dan sayang,
sayang pada kau kini sudah mati,
mati untuk kau selamanya.

Radin Aizuddin, Mei 2013

Bila Lagi?


Bila lagi?

Bila termakan budi,
Semua buta hati,
Yang kotor jadi suci,
Yang buruk pandang tepi.

Bila termakan budi,
Bijak pandai jadi tuli,
Perlahan agama ditolak tepi,
Berpaksi Tuhan kepada pembudi.

Bila termakan budi,
Lahirmya manusia bangang abadi,
Katanya rezeki bukan dari Maha Pemberi,
Sanggup serlah aib sendiri,
Hanya kerana sebuah budi.

Bangun abang, bangun kakak, bangun adik, bangun semua,
Segerakan sucikan hati,
Buka kembali kalam suci,
Rezeki itu datang dari Ilahi,
Bukan pemimpin diktator bumi,
Bukan budi pengikat diri.

Jangan kerana budi kebatilan jadi suci,
UBAH sekarang jangan tunggu nanti,
Peluang datang jangan terlepas lagi,
Segera kawan REFORMASI diri,
Bila lagi?
INI KALILAH.

-Radin Aizuddin, Mei 2013

Bahagia Esok

hari ini,
masih tidak mampu tersenyum,
hanya ukiran senyum paksa,
kerana bahagia belum masih bersama,
datang dan pergi,
kekurangan melata merantai diri,
tidak sempurna, tidak berharta,
hari masih berarak awan hitam,
tiada sinar.

hari esok,
janji untuk cipta bahagia,
kata kosong bukan janji,
usaha gigih, siang malam tiada senggang waktu menyedut hela lega,
hanya tujuan cari senang seperti mereka,
lahir ditaburi mewah diri,
hanya syukur, ada yang alpa,
harta makan diri,
bukan itu impian esok, bahagia dunia akhirat, dengan izinNya.

Radin Aizuddin, April 2013

Dua Belas Rindu




Satu, aku isi ruang hati dengan namamu.

Dua, rindu tiada terpaksa hanya runtum kepadamu.

Tiga, cinta terlahir kurniaan Ilahi, daripada aku untuk kamu, tulus.

Empat, berlayar bersama bahtera cinta, berhias cantik bersama kenangan, indah.

Lima, baik buruk aku kamu terima, indah nian kamu aku syurkur, bidadari.

Enam, duka kadang kadang mencemar suka, terpalit bersama lipatan kasih, kita utuh.

Tujuh, susah senang lafaz bersama, bukan hanya ukiran kata kata, bersaksi masa lalu.

Lapan, segulung janji terpegang rapi, dibawa bersama dititian kasih, akujaga hatiku, kamu setia hatimu.

Sembilan, bayangmu tiada disisi, suram hari tanpa seri, tetap dihati tidak mati, bidadari hati.

Sepuluh, irama rindu beralun merdu, berganti hari coretan baru, tiada jemu setia padamu, hati bernoktah cinta kamu.

Sebelas, angin lintang ditepis sudah, badai gelora lepas berlalu, bersabung mati pertahan kamu, bila perlu ikrar aku.

Dua belas, susur jalan bertemu kembali, lengkap putar 12 purnama, setahun sudah usia cinta, namun rasa padamu tidak ada henti.

Didedikasikan kepada Liyana Najwa

- Radin Aizuddin, 15 April 2013

Ilmu

Ilmu,
Ku panggil-panggil  tidak bersahut,
Ku risik-risik tidak terusik,
ku pinang-pinang tidak kecundang.

 Ilmu,
Ku susah-susah baru kau resah,
Ku sakit-sakit baru kau jeling,
ku usaha lelah baru kau datang.

Ilmu, ku simpan-simpan jadi pegangan,
Ku guna-guna ke masa depan,
Ku kongsi-kongsibenih ilmuan.

Ilmu,
Ku mati-mati bawa ke syurga,
Ku tinggal-tinggal jadi ikutan,
Ku syukur-syukur selimut kebahagiaan.

- Radin Aizuddin, April 2013

Bidadari, jangan mati!

Jalur liku cerita semalam,
Serumpun kenangan terbina bersama,
Memori tersimpan kemas tersergam,
Rapi terikat nostalgia silam.

Rindu menerkam,
Menggigit tajam pinggiran hati,
Rapuh diri bersama rindu mati,
Pilu yangbtiada hujung,
Tidak usai runtum ke mati.

Maha suci,
Kepingin bebas dari "neraka" ini,
'Neraka' rasa rindu mati,
'Neraka' rasa cinta pergi,
'Neraka' rasa luka pedih,
Hamparkan satu kali lagi bahagia,
Hanya aku, Kau dan kita.

Persetankan rasa 'neraka' ini,
Berbakti pada yang mengenang budi,
Setia pada yang tulus suci,
Bidadari, jangan matii!

- Radin Aizuddin, April 2013

Ayah

kasar tapak tangan pimpin tanganku,
kuat erat genggam jemari membimbingku,
usia bermula tiada pengertian,
kehidupan tiada tujuan,
tiada mengenal erti susah senang,
hanya datang dan pergi tidak peduli.
aku seawal usia mudaku.

kau menyuap ku dengan kesenangan,
walau susah raut wajah tiada kelihatan,
kedut keringat selindung disebalik senyum lelah,
demi bahagia aku,
kau korban bahagia kau,
kau susah demi aku,
kau korban kesenangan kau.

usia ku kian dewasa,
usia mu meningkat tua,
masih bersusah siang malam untuk aku,
untuk melihat aku di puncak kehidupan,
walau kau terpaksa di dasar kesusahan,
untuk aku hidup dalam senang,
meski kau perlu berlipat tulang.

mengerti kini aku ritma sebuah kehidupan,
susah untuk senang,
senang untuk susah,
kehidupan yang bakal aku sendiri gagahi,
bersama semua pengajaran kau wariskan.

kini,
kedut wajahmu jelas terlihat,
kelihatan meski kau cuba sorokkan,
tulang tua mu menghakis kekuatan,
helaian putih tersisir rapi dipuncak diri,
tiba masa aku membalas budi.
terima kasih AYAH.

Radin Aizuddin, April 2013

---

Adrenalin menderu kencang,
Darah mengalir deras,
Hangat seluruh badan,
Peluh basah membanjir tubuh,
Terpaku tidak berganjak,
Berdiri tidak beralih,
Mata tidak berkedip,
Angin sesekali membuai rambut,
Mulut terkunci tidak berkata,
Lidah kelu tidak bermaya,
Nafas keluar masuk tidak sekata,
Hidung kembang kuncup sesak,
Diruang tamu itu hatiku dibunuh,
Hancur lebur berkecai tidak bisa dicantum,
Remuk retak beribu,
Kau dipimpin pergi,
Tinggal aku sendiri,
Hati mati, jiwa mati, diri mati,
Tunggu masa untuk menghadap Ilahi,
Nyawa berpisah badan,
Datang pula dia membawa cahaya,
Cahaya ‘move on‘,
Ayuh, ‘you need a new love to forget the old ones‘.

Tidurlah Sayang

Sepertiga malam,
Terjaga aku daripada lena,
Dan kau masih memerhati aku tanpa berganjak sejak tadi,
Ingin jaga lena ku bilang kau,
Aku diam,
Aku selesa mata indahmu menjaga mimpi malam ku,
Selamat aku dalam dakapan perhatianmu,
Tenang aku dalam lindungan kasih mu.

Malam kian lewat,
Tujulah ke kamar tidurmu sayang,
Aku jaga diri aku janji,
Usah kau risau aku tak akan hilang,
Tidurlah sayang.

Langit Malam


Langit malam,
Jangan biarkan dia pergi jauh terbang melayang,
Meninggalkan bayang bayang yang tak bisa aku kapai,
Menjauhkan aku dengan nikmat kasih sayang.

Langit malam,
Jika gelap malam mu bisa berdusta,
Katakan padaku dia masih ada bersama,
Teman aku,
Teman malamku dari jauh disebalik gelap malam.

Langit malam,
Jika malam ini kau akan terang,
Diterang oleh cahaya bulan dan bintang,
Khabarkan kepada aku dia turut terangi malamku,
Bersama hadir jasad dan jiwanya,
Membawa bersama rasa cinta yang aku tunggu.

Langit malam,
Bila jendela malam mu mula melabuh,
Saat terang bulan dan bintang membawa diri,
Jangan tinggal kan dia bersendiri,
Kirimkan kepadaku,
Aku jaga, aku lindung, aku cinta.
Permisi aku.

Jalan Duka

Merah darah tanah warnanya,
Hela lelah terkam ke dada,
Pekat gelap itu kisahnya,
lembaran sejarah terbuka sengaja.

Sakit rintih itulah padah,
Tulang rapuh hancur terbelah,
Ritma indah hanyalah helah,
putih mata akhirlah kisah.

Jalan itu ku kira bahagia,
Terang mulanya kelam akhirnya,
Tidak berkira kerna ku alpa,
Bahagia ku pinta derita sudahnya.

Tiada pintasan menuju bahagia,
Keringat dikerah pengeras awalnya,
Waktu ku putar khayalan semata,
Hakikat termaktub sebuah cerita.

Dikejar jangan bahagia sesaat,
Indahnya sekejap sampai penamat,
Kejayaaan dicari cara terselamat,
Mudahan bahagia hingga hujung hayat.

Radin Aizuddin , Mac 2013

IBU

Aku rebah,
Dalam dakapanmu aku kamu hangatkan,
Dalam lipatan cintamu yang rapi,
Penuh kasih sayang,
Aku lemah,
Aku tunduk,
Lemah daya imanku tanpa kamu.

Bagai sebuah boneka,
Aku kamu atur jalan cerita,
Watakku kamu lukis penuh mesra,
Aku turuti tanpa kata,
Tanpa ragu, tanpa sangsi.

Aku kau usung ke sana ke sini,
Tidak mengeluh walau peluh membasahi,
9 purnama berkorban beronak berduri,
Demi melahir khalifah di bumi ini.

Sepi diriku tanpa kamu,
Sesat diriku tanpa panduanmu,
Hanyut diriku tanpa prihatinmu,
Samar masa depan ku tanpa aturan mu.

Aku mampu mati demi kamu,
Aku bisa rebah untuk kamu,
Perjuangan hidupku kerana kasihmu,
Sampai hujung lelah hela nafasku ada kamu,
Kamu yang melahirkan ku,
Kamu yang mencorak aku,
Terima kasih syurgaku, IBU.

Radin Aizuddin, March 2013

Cinta Berahi

Perlahan kau aku baringkan diatas katil itu. Lembut rambutmu aku selak trlihat dahi licinmu. Lantas ku kucup mesra bibirmu. Kita berlayar.

Tubuhmu ku rangkul kemas rapat ke tubuh ku. Sambil bibir kau dan bibir ku mencipta lagu, jari jemari kita bersatu. Kau rintih gersang saat ku palu.

Gugur peluh lelahmu atas tubuhku. Saat itu rancak lidahku membelai lidah mu. Erangan mu mencabar hormon gersangku. Kemas kau rangkul pedang berahiku.

Hangat kini kau dan aku,
Berlayar jauh didalam kamar kelambu itu. Pedang berahi ku singgah di pinggir bibirmu. Lidah mu melakar kawasan larangan itu. Aku biarkan, aku layan kan. Melodi asmara memecah hening malam.

Tidak ku tahan lantas ku terkam,
Apam mu seakan memanggil ku datang. Akhirnya 69 karma tentukan. Ku kau ratah, kau ku jamah.

Sejam berlayar klimaks mendatang. Bermandi peluh hangatnya asmara. Pedang ku hunus membelah samudera. Ribuan sperma cinta berlari mencari bahagia.

Kau dan aku mengakhiri cerita.
Dalam pelukanku kau terlena. Kerana penatnya melayar bahtera cinta. Malam berlalu kenangan untuk kita.

Radin Aizuddin, March 2013

Lahad Datu

Darah muda itu sebagai cagaran,
Nyawa muda itu menjadi taruhan,
Tapi jiwa perang itu tidak goyang,
Semangat juang itu kian garang.

Lengkap segak uniform menghias badan,
Rapi kemas senjata dalam pegangan,
Ilmu juang siap dalam genggaman,
Wira ini sedia dibenteng hadapan.

Tidak sekali akan ke belakang,
Walau nyawa dalam bayangan,
Kerna sudah sumpah sedia terkorban,
Hidup mati ketentuan Tuhan.

Lapan nyawa sedia terkorban,
Mengukir nama dalam setiap ingatan,
Peluru syaitan menyinggah badan,
Terkorban badan atas nama kedaulatan.

Rebah engkau menjadi ingatan,
Rebah engkau penuh penghormatan,
Damai lah engkau bersama Tuhan,
Wahai pejuang, jasamu sentiasa dikenang!

Aku Dan Dosa

Kau boleh hina aku,
Kau boleh caci aku,
Kau boleh herdik aku,
Kerana aku insan yang berdosa.

Tapi kau mungkin lupa,
Tiada insan biasa yang terlepas daripada dosa.

Jangan abaikan aku,
Jangan sisihkan aku,
Jangan persiakan aku,
Kerana aku insan yang berdosa.

Mungkin kau lupa,
Tiada insan berdosa yang tiada sinar masa depan.

Kau sakiti aku,
Kau lukai aku,
Kau curigai aku,
Kerana aku seorang insan berdosa.
Kerana aku tidak seperti mereka yang berwajah cantik dan kacak,
Kerana aku tidak berkopiah,
Kerana aku tidak bertudung.
Kau pandang aku seperting seekor binatang.

Aku akan pergi daripada dunia khayalan,
Aku akan tinggalkan kau yang membawa aku kepada kesesatan,
Aku akan bina semula segala jurang pemisah,
Jurang antara kebenaran dan kebatilan.

Kerana aku yang kau nampak hina,
Aku akan doakan kau,
Kau yang kononnya maksum,
Kau yang kononnya sempurna,
Kau yang benar dalam segala hal,
bertemu dengan kebenaran yang telah jauh menyesatkan kau.

Terima kasih pembenci.

Radin Aizuddin, March 2013

Mana Warga Desa


Mana hilang warga desa,
Hidup tiada lagi berbudi bahasa,
Kehidupan penuh sia sia,
Pagi ke malam siang ke petang membuang masa.

Mana pergi warga desa,
Adat ketimuran sudah mula tiada,
Budaya celah barat mana diagung mulia,
Hari hari hidup melukis noda.

Kenapa senyap warga desa,
Dulunya lantang berjuang bela,
Kuasa diguna syariat terjaga,
Sudahnya kerana kuasa syariat binasa.

Binasa sudah warga desa,
Nak disalah siapa semuanya sama,
Ada pemerintah sepertinya tiada guna,
Agama dipersenda hanya demi kerana kuasa.

Radin Aizuddin , Februari 2013

Masa Berbaki


Dalam lohong lohong masa yang ada,
Jangan dilupa tanggungjawab padaNya.

Dalam ruang ruang waktu yang masih bersamamu,
Jangan dilupa pada jasa dan budi orang tua mu.

Dalam setiap detik saat jam berganti,
Jangan berhenti dikutip ilmu itu untuk masa susah nanti.

Dalam baki baki hidup dihari ini,
Persiap diri bila tiba masanya nanti menghadap Ilahi.

Radin Aizuddin , 2013

Marhaen Kini


'Saya janji, Kami janji, Gomen janji',
Bila pula untuk ditepati,
Harapan bergunung impian membuka panji,
Panji penipuan diiring gema tempik korupsi.

Datang wasatiyyah memain peranan,
Penjimatan dicanang tatkala hakikat kelihatan,
Menipu jiwa intelek sudahnya terlihat kebodohan,
Politikus berjanji marhaen kini sudah bosan.

Semakin tanggal penamat datang semakin kecundang,
Tiba saat nanti syaitan ini akan hilang,
Tetapi yang hairan masih ada yang perjuang,
Kocek tepi berisi semua muka tenang.

Tarian kuda menjadi pilihan,
Disaat masih ramai yang melukut dititian kesusahan,
Orang orang ini meneruskan pembaziran,
Membazirkan helaian ringgit meninggalkan rasa hairan,
Dikhabarkannya pembaziran ini untuk marhaen,
Orang orang ini meraih sokongan penuh kasihan.

Hentikanlah segala kebodohan dan kehodohan,
Sudahlah dengan penipuan demi penipuan,
Marhaen kini sudah bangun,
Marhaen kini menuju perubahan,
Marhaen baru ini marhaen berwawasan.

Radin Aizuddin , 2013


Sepuluh Purnama


Jarum masa berdetik lagi,
Hari berganti hari,
Bulan silih berganti,
Lembah kenangan penuh memori akan sentiasa kekal abadi.

Mawar menjadi penghuni hati,
Mencurah sayang dan cinta untuk kasih ini,
Mawar yang setia sentiasa disisi,
sepuluh purnama menjadi saksi ikatan kasih yang penuh beerti.

Mawar utuh membela diri,
Dikala hati terluka mawar rela berdiam diri,
Bukan kerana salah terbukti, 
Tetapi kerana kasih yang suci,
Mawar rela beralah diri memberi nafas untuk hubungan ini.

Mawar yang dikasihi,
Mawar yang disayangi,
Mawar yang dirindui,
Mawar yang dicintai.

Terima kasih untuk kebahagiaan ini,
Terhutang jasa, pengorbanan dan budi,
Terimalah puisi cinta ini,
Sepuluh purnama hubungan cinta kini,
Semoga hingga ke syurga nanti.

Radin Aizuddin , 2013

Bodoh Orang Kini


Zaman kian berubah. Modenisasi kian bercambah. Namun yang menduka citakan bila makin banyak hati hati dan jiwa jiwa yang terikat dek kuasa sang pemerintah.

Menurut dan membenarkan ketidakadilan dan penindasan bermaharajalela. Setiap hak masyarakat dikunyah dan diludah sang pemerintah, perlahan dan kejam.

Tetapi masyarakat yang takutkan lebih hukuman manusia daripada hukuman Maha Pencipta meredhakan kesundalan itu meniti setiap jalur-jalur kehidupan seharian.

Radin Aizuddin , 2012

Adat Menuntut Ilmu


Ruang liku disusuri, 
Gelap malam diredahi,
Ombak badai ditempuhi,
Sakit senang dihadapi. 
Ilmu berguna memilikinya susah,
Ikhlas hati Insyallah mudah.

Radin Aizuddin

Kau Babi


Kau seru keamanan, sedangkan kau mencambah pergaduhan,
Kau laung perpaduan, sedangkan kau punca perkauman,
Kau janji kata setia, sedangkan kau pemungkir janji tegar,
kau tabur gula gula, supaya mereka kononnya menagih simpati.

Kau fitnah, kau caci, kau maki,
Kau gambarkan pihak satu lagi seperti setan perosak bumi,
Kau manipulasi, kau raja segala korupsi,
Kau tunggu satu masa nanti, kau pasti menyembah bumi.

Kau kata demokrasi, sedangkan kau kepala bana monarki,
Kau kata undang-undang pembela diri, sedangkan kau sendiri khianati,
Kau guna wang kekayaan, sehingga mereka tergantung diri,
kau guna kekejaman, hingga badan bercerai diri.

Kau kata kau pemimpin, tapi kau pun tidak terpimpin,
Kau bilang kau pemimpin, dengan anak kecil kau dipermain,
Kau teriak kau pemimpin, bini melenting kau sembunyi belakang kain,
Kau bukan pemimpin, kau hanya babi yang terpimpin.

 Radin Aizuddin , Januari 2013