Diksi Luka Menari

hujan ini seperti mengerti
rimbunan duka dihati bergugur jatuh
langit mendung meraih simpati
aku berdiri meratap keluh.

khabar semalam
ketika riang menggulung ketawa
kau datang bersama senyum paksa
menghulur nota menitip noda
kerana rasa aku tercela.

apa aku ini?
cuma tapak semaian nafsu
kau lontar serakah janji
aku juga kau khianati, dilukai.

tinta ini mencari henti
antara ruang ruang diksi
ada lopak lopak luka
tak bisa terubati meski waktu berlalu pergi.

kau butuh aku waktu sepi
saban dinihari aku termangu
perlu apa rasa ini
masih juga aku simpan rapi
sedang lama sudah ternodai
kita itu cuma mimpi

aku tiada lagi
untuk membenar palat luka itu menari
untuk terbiasa pada rintihan lewat pagi
mencanang cinta pada hati mati
cukuplah, perlunya aku pergi.


Senyuman Duka



Tertulis begini jalan cerita
Ada kala takdirnya sukar untuk terima
ada waktu terimanya berteman luahan isi mata
sampai nanti hanya doa perlu bersua sapa

mencapai cita-cita untuk masa bahagia
pengorbanan pasti rintihan seiring
berpisah jarak merobek waktu suka
sendiri sepi meniti waktu gering.

pergi sayang kejarkan apa cita mu
tinggalkan sendiri aku tanpa peneman rindu
melangkah aku hanya bila perlu
waktu sukma dihimpit sendu
cari saja aku merawat luka dibalik pintu.

lihat aku tersenyum waktu melambai pergi
dengar tawa aku tika melangkah kaki
nanti mungkin tak bisa kau nikmati lagi
kerna aku itu mati tanpa kamu disisi

tenang sayang usar fikirkan rintih aku ini
burukan apa didepan mu jangan toleh lagi
peluang itu kau lepas jangan sesekali
tahulah aku berdiri tanpa perlu kau berdiri tepi.

kisah kita tidak lagi berhenti
cuma bezanya ada rasa yang bakal terlukai
cuma jagakan hati bila kamu tak lagi disini
ingat aku sentiasa menunggu saban hari

kerna cinta aku itu sampai mati.

Gadis Berwajah Ayu


Untuk gadis berwajah ayu,
Aku disini sedang bermain lesu
Dihambat rasa-rasa ingin bersatu,
Cuma tersandar di ranjang pilu.


Untuk gadis berwajah ayu,
Masih aku menahan bungkam mata,
menanti pada yang nama jemu,
untuk mampir menongkah lelap malam.

Untuk gadis berwajah ayu,
Malam ini disinar lemah kalimantang,
Dibias sejuk kipas memaku atap,
Apa ada nama aku dalam lena mimpi dan jagamu.

Untuk gadis berwajah ayu,
Selalu aku butuh kan tawa riangmu,
Sering aku hilang dalam bayanganmu,
Sesat aku dalam puisi bahasamu.

Untuk gadis berwajah ayu,
Pesona mu sering mematah hentikan langkahku,
Apa aku masih dalam dilema rindu,
Hilang tawaku dalam gundah gusar.

Untuk gadis berwajah ayu,
lilin yang membakar semarak rasa bertemu buntu,
Jelaganya cuma menghitam gelap bicara cinta,
Jika perlu aku undur dan berlalu,
Telah lama mati aku dalam bahasa jiwa.

Dua Puluh Sen Ikat Tepi



Masih di pesantren ampuh,
Belikat temulang perlahan melenguh,
Adanya bukan kerna ilmu disuluh,
Hadirnya kerna beban tanpa anduh.

Cuma penjihad kecil dibumi luas,
Bangkit terbit fajar gegah merungkai batas,
Butuh kan ilmu dari luhur ikhlas,
Meski ditambat hutang melibas.

Semalam mendayung menjejak bintang,
Sekali dicoba tidak melepas jurang,
Butuh 20 se mencari sorak riang,
Dibumi merdeka hilang melayang.

bapa ibu berteman gusar dendam,
Sesal mampir dipenjuru siang malam.
Tangan membuang mengangkat pendosa alam,
Kini raikan janji dikota diidam.

apa makanan mu kini biasa-biasa,
belahan daging merah kini sekali-sekala,
dibumi bertuah beban terasa,
Korupsi celaka rakyat binasa.

Ya, padan muka!